..Perdamaian akan terwujud melalui pertumpahan darah. Lima peperangan akan membayar perdamaian, empat kali menang dan satu kali kalah…
Takeo mulai menggerakkan pasukan dan kekuatan yang dimilikinya di biara Terayama keluar untuk mengambil hak istrinya Kaede dalam mewarisi wilayah Maruyama, sekaligus untuk mempersiapkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyerang Hagi guna mengambil haknya sebagai pewaris Klan Otori, memenuhi amanat Otori Shigeru. Kematian Ichiro, guru Takeo yang dibunuh oleh kedua paman Shigeru yang licik, Shoichi dan Masahiro, semakin memperkuat tekadnya untuk merebut Hagi. Takeo bermaksud menjalani ’lima peperangan yang akan membayar perdamaian’, sebagaimana ramalan yang telah didengarnya dari perempuan suci.
Maruyama yang sebelumnya dipimpin oleh seorang perempuan (Maruyama Naomi) menyambut baik kedatangan Kaede dan pengambilan haknya sebagai pewaris Maruyama. Takeo dan pasukannya akhirnya membangun kekuatan di Kastil Maruyama sebelum melanjutkan rencananya untuk menyerang Hagi.
Di Maruyama, Takeo mendengar tentang gerombolan bajak laut yang menghuni pulau Oshima, sebuah pulau yang terletak di dekat Hagi. Takeo bermaksud untuk menyerang Hagi dari laut, untuk itu ia membutuhkan banyak kapal dan hanya bajak laut itulah yang bisa menyediakannya. Takeo pun menuju ke Oshima dengan bantuan seorang nelayan bernama Ryoma yang ternyata adalah anak haram dari Masahiro, paman Shigeru. Bajak laut yang menghuni Oshima ternyata dipimpin oleh keluarga Terada. Terada Fumio, anak Terada Fumifusa adalah teman Takeo.
Sementara Takeo menuju Oshima, Kaede merasakan kerinduan terhadap kedua adiknya di Shirakawa. Bersama beberapa orang kepercayaan, Kaede berangkat ke Shirakawa tanpa sepengetahuan Takeo untuk menemui kedua adik itu. Tetapi, sesampainya di Shirakawa, ia tidak menemukannya kedua adiknya, Lord Fujiwara telah menahan mereka berdua untuk memancing kedatangan Kaede. Berangkatlah Kaede ke kediaman Lord Fujiwara untuk menjemput adik-adiknya. Namun, sebuah peristiwa terjadi, Fujiwara menahan Kaede dan membunuh semua pengawal yang datang bersamanya kecuali seorang anak muda bernama Sugita Hiroshi yang akhirnya melaporkan tentang peristiwa penangkapan Kaede kepada Takeo sepulangnya dari Oshima.
Sementara itu, keretakan terjadi di kalangan suku Tribe, suku pembunuh yang memburu Takeo untuk mengambil kembali catatan Shigeru mengenai seluk beluk Tribe yang ada pada Takeo. Mampukah Takeo menyelamatkan Kaede dari tangan Fujiwara dan mendapatkan bantuan dari keluarga Terada untuk menyerang Hagi dari laut? Apa yang terjadi dengan suku Tribe sehingga membuat Muto Kenji hendak menuntut balas terhadap Kikuta Kotaro, pemimpin suku Tribe?
Sebagai buku ketiga trilogi Kisah Klan Otori, Brilliance Of the Moon merupakan jawaban dari seluruh teka-teki yang telah muncul sejak dari buku pertama, Across The Nightingale Floor. Intrik-intrik mulai terkuak, rahasia-rahasia mulai tersibak, meskipun jawaban-jawaban itu akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru lagi. Teka-teki itu diantaranya adalah tentang siapakah sebenarnya yang membantu Shigeru dalam menulis catatan tentang Tribe, tentang misteri kepercayaan kaum Hidden, tentang kegilaan Lord Fujiwara dan lain-lain.
Yang menarik dari buku ini adalah, penulis sedikit mengambil latar masuknya senjata api ke jepang untuk pertama kalinya. Dikisahkan, perompak yang dipimpin oleh keluarga Terada telah membajak sebuah kapal milik orang kulit putih dan menemukan sepucuk senjata api.
Aroma feodalisme semakin kentara di buku ketiga ini. Dalam peperangan dan masa sulit pun, para ksatria enggan atau merasa jijik untuk dibantu oleh para gelandangan yang berasal kaum Hidden. Jo-An sebagai tokoh gelandangan yang banyak membantu Takeo pun akhirnya harus mati di tangan Takeo (!)
Kekurangan dari buku ini adalah akhir kisah yang kurang 'menggigit'. Adanya gempa bumi yang terjadi tepat saat ketegangan peperangan antara Takeo dan Arai sepertinya mengganggu berlangsungnya pertempuran dan terkesan dipaksakan. Apalagi efek gempa bumi paling besar dirasakan oleh pasukan Arai sehingga kemenangan berpihak kepada Takeo. Apakah gempa bumi ini adalah sebagian dari ramalan perempuan suci tentang masa depan Takeo? Perempuan suci mengatakan dalam sebuah ramalannya bahwa ”Bumi akan menghantarkan apa yang menjadi keinginan surga”. Nah, apakah gempa bumi itu adalah maksud dari kata-kata itu? Terlepas dari maksud penulis tentang gempa bumi tersebut, menurut saya akan lebih mengasyikkan jika Takeo benar-benar berperang melawan Arai tanpa bantuan siapapun (termasuk gempa bumi).
Kaede yang di buku kedua digambarkan sebagai sosok perempuan yang kuat dan tegar dalam melakukan perannya sebagai pewaris Klan Maruyama, cenderung tampak sebagai seorang perempuan yang lemah sebagaimana perempuan pada umumnya. Apakah hal ini karena dominasi Takeo ataukah karena pengurungan yang dilakukan oleh Fujiwara, para pembaca lah yang bisa mereka-reka sendiri. Namun menurut hemat saya, tampak jelas sekali bahwa Kaede di Brilliance Of The Moon dan Kaede di Grass For His Pillow berbeda.
from Adi Toha, penikmat Sastra, Tinggal di Jatinangor
Ibu sudah baca keempat buku kisah Klan Otori dan bagus banget isinya . . .
Coba deh dibaca, banyak filosofi yang patut direnungkan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan ini. Semoga . . . ya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar